My Coldest CEO

10| Love For Wealth



10| Love For Wealth

0Sudah mendapatkan baju dengan merk branded, bahkan aksesoris pun juga sama branded-nya. Tidak ada barang-barang milik Azrell yang berasal dari toko kalangan bawah, ia sangat mementingkan penampilan sehingga rela membeli banyak barang dengan uang yang sekiranya kalau di total bisa membeli 1 rumah mewah dan juga seperti 1 mobil Lamborghini.     

"Bagaimana jalan-jalan hari ini, sudah puas?"     

Pertanyaan dari Leo membuat Azrell yang dengan senyuman mengembang menatap satu per satu paper bah yang berada di tangannya. Ia menganggukkan kepalanya, ya walaupun sempat terjadi adu mulut karena tadinya laki-laki tersebut tidak ingin makan burger, ya tapi setidaknya sekarang sudah membaik.     

"Tentu saja, aku sangat senang!" pekik Azrell sambil menghempaskan tubuhnya ke atas sofa.     

Saat ini, mereka sudah sampai di rumah Azrell. Tentu saja tanpa adanya kedua orang tua dari wanita itu, biasa lah pasti mereka sedang bekerja untuk berburu dolar supaya kehidupan sang putri akan selalu terpenuhi dan berkecukupan.     

Leo menarik sebuah senyuman, lalu menyibakkan rambutnya ke belakang. Akhir pekan yang cukup menyenangkan walaupun terlihat sekali sifat bucin mereka, oh astaga. "Kalau begitu, aku pulang ya?" tanyanya yang meminta persetujuan terlebih dahulu. Karena kalau Azrell sudah mengamuk, jangan di tanya lagi pasti raungan singa pun kalah.     

Mendengar ucapan pamit yang diluncurkan Leo membuat Azrell langsung saja menaikkan sebelah alisnya, bayangkan saja ia di rumah sendirian. "Loh mau kemana? Ini aku sendirian loh nanti kalau ada yang culik aku, bagaimana?" tanyanya dengan kedua bola mata yang menampilkan sebuah sorot mata puppy eyes.     

Tunggu, penculikan?     

Tiba-tiba saja Leo menduduki dirinya di sofa single dengan kaki kanan yang ditumpangi ke kaki kiri. "Iya, aku di sini." ucapnya.     

Jalan pikirannya langsung saja terarah pada pembicaraan dirinya dengan Felia kemarin, mengenai penculikan yang serupa juga. Astaga kenapa rasanya memang selalu deja vu? Seolah-olah Azrell dan Felia adalah wanita yang sama-sama memiliki pemikiran serupa.     

"Kamu kenapa? Pasti masih senang ya karena jalan-jalan sama aku, buktinya masih senyum-senyum sendiri." ucap Azrell yang sudah memusatkan pandangannya pada Leo, ia mengulum sebuah senyuman kala memperhatikan laki-laki tersebut yang sangat romantis karena masih memikirkan waktu kebersamaan dengannya.     

Leo mengerjapkan kedua bola matanya, ia merasa gugup. Karena apa? Karena yang dikatakan oleh Azrell adalah hal yang tidak benar, ia sama sekali tidak memiliki wanitanya itu. "Eh? Iya aku sedang memikirkan kegiatan kita tadi di pusat perbelanjaan," ucapnya yang memilih untuk mengiyakan saja ucapan Azrell. Kalau dirinya ketahuan gugup dan terpergok memikirkan wanita lain, bisa-bisa kekasihnya itu mengamuk.     

"Sudah ku pastikan jika kamu akan mabuk asmara jika bersama diriku,"     

"Iya karena kamu adalah wanita yang menggemaskan."     

"Kalau begitu, kemana rencana kita selanjutnya?"     

"Tunggu, rencana apa?"     

Azrell menatap sebal ke arah Leo, ia mendengus lalu mengerucutkan bibirnya. "Ih, hari jadi kita yang ketiga bulan, apa kamu lupa?" tanyanya.     

Leo merutuki kebodohannya dalam hati, ia bahkan lupa mengecek jadwal meeting pada hari dimana dirinya ganjil 3 bulan menjalin hubungan bersamanya wanita itu. "Tidak lupa, hanya saja tidal mengingatnya." ucapnya.     

"Lupa dengan tidak ingat pun memiliki arti yang sama, Leo."     

"Ya tapi konteksnya berbeda, iya kan?"     

Melihat Leo yang terkekeh saja membuat rongga dada Azrell terasa ada ribuan kupu-kupu di dalam sana. Diam saja tampan, apalagi mengeluarkan kekehan yang terlihat lebih tampan serta berwibawa itu? Padahal laki-laki tersebut hanya memakai baju bebas dengan rompi, bukan seperti biasanya yang memakai tuxedo kebanggaan.     

"Jadi, kita ingin kemana untuk bulan ini?"     

Kalian tahu? selama berpacaran dengan Leo, Azrell sudah sekitar sepuluh kali keluar negeri. Hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan dirinya sudah di bawa keliling dunia, luar biasa. Paris, New Zealand, Rusia, Italia, Swedia, Selandia Baru, Kanada, Skotlandia, Wales (Britania Raya), dan tentu saja Indonesia (Bali). Sudah berapa ratus juta Leo keluarkan untuk seorang Azrell? tentu saja nominalnya tidak bisa dihitung lagi.     

"Bagaimana dengan Korea Selatan?"     

"Kenapa memilih untuk pergi ke sana?"     

"Ya ku pikir jika makan beef bulgogi bowl langsung dari asalnya menciptakan kelezatan tersendiri."     

Menimang-nimang dengan apa yang di ucapkan Leo, Azrell memperlihatkan pose berpikir yang sangat kentara tercetak jelas pada permukaan wajahnya. "Euhm, tapi aku mengajak teman ku, ya?" ucapnya yang malah meminta persetujuan lain. Habisnya berlibur hanya berdua dengan Leo tanpa 'melakukan' apapun selain berjalan-jalan terasa sangat membosankan. Lebih baik mengajak orang lain kan supaya lebih seru?     

"Tentu saja, berapa orang?" tanya Leo yang sama sekali tidak keberatan dengan hal itu. Menurutnya, tidur berdua tepat satu ranjang dengan Azrell membuat dirinya sedikit... ya pasti naluri laki-lakinya mulai bangkit. Bahkan ia selalu mati-matian menahan hasrat untuk tidak menanamkan benih di rahim wanita tersebut.     

Azrell terkekeh, ia mengubah posisinya yang tiduran di atas sofa menjadi duduk. Menatap ke arah Leo dengan alis yang naik turun, "Memangnya kalau aku undang sepuluh teman, ingin di bayarkan biayanya pada mu?"     

"Jelas saja, tidak."     

Mereka berdua terkekeh. Hubungan itu seperti ini ya, terkadang bertengkar karena hal-hal yang sepele, namun juga terkadang saling menebar guyon yang mengundang tawa dengan topik sepele juga. "Tidak kok, hanya satu saja." ucapnya.     

Menganggukkan kepalanya, merasa setuju dengan apa yang diucapkan Azrell. Kalau begini, rasanya ia ingin mengajak seorang teman juga. Ah tapi nanti malah terjadi hal yang tidak-tidak, ya walaupun ia memang terkadang ingin melepaskan wanita ini tapi dalam dekat-dekat ini ia masih menaruh hati dan tidak akan membiarkan siapapun untuk melirik kekasihnya.     

"Tapi aku belum pernah melihat salah satu teman mu, kenapa mereka tidak pernah datang ke rumah?"     

"Memang siapa yang bilang kalau aku memiliki banyak teman?"     

Memang benar. Bukan berarti Azrell cantik dan terkenal menjadikan dirinya memiliki banyak teman, justru hal itu membuat dirinya sangat kesulitan untuk memiliki seorang sandaran hanya untuk sekedar cerita tentang hubungannya dengan Leo. Menjadi terkenal bukan kemauannya, karena pengujian kesetiaan teman yang hanya memandang status semakin berderet panjang.     

Leo tersentak, tanpa di sadari memang kehidupan Azrell jauh dari apa yang tersuguh di depan publik. Terlalu tidak peduli dengan kata orang dan tetap menjadi pribadi dengan tingkat fashionable yang tinggi adalah hal yang patut di acungi dua ibu jari untuk wanita tersebut.     

Jadi, yang tadinya dirinya memiliki keinginan untuk membuang perasaan terhadap Azrell pun ia urungkan, ya mungkin bukan dalam waktu dekat ini.     

Leo belum sempat mengenal Azrell lebih jauh, ya jadi dirinya tidak tahu apapun selain menjadikan wanita tersebut sebagai tempat pembuangan uang yang terlalu melimpah bagi dirinya.     

"Kalau begitu, siapa teman mu itu?"     

"Rahasia dong, tentu saja kamu tidak boleh tau!"     

Azrell menjulurkan lidahnya ke arah Leo, meledek laki-laki tersebut yang sudah beranjak dari duduknya lalu segera menindih tubuhnya sambil berbaring kembali di atas sofa.     

Leo menggelikan pinggang Azrell yang memang sangat ramping itu, membuat wanitanya tertawa terbahak-bahak.     

"Hentikan, menyebalkan sekali kamu!"     

Tidak bisa melawan tenaga Leo yang memang sudah pasti lebih besar dari dirinya, ia langsung saja mengalungkan kedua tangannya ke leher laki-laki tersebut. Mendekatkan wajahnya dengan wajah yang kelewat tampan itu, lalu langsung saja melumat bibir mereka.     

Leo yang mendapatkan perlakuan seperti itu pun sedikit membelalakkan kedua bola matanya.     

Azrell yang menjambak rambut belakang Leo sambil menggigit kecil bibir bawah laki-laki tersebut membuat kekasihnya itu langsung membuka bibirnya.     

Kali ini, bukan si laki-laki yang memulai tapi wanitanya yang memang sudah tercipta agresif. Tapi kalau Leo tidak di perlakukan seperti itu, sudah dapat di pastikan jika Azrell akan terus menerus di menggelitik dirinya.     

Menghentikan lumat mereka, lalu Azrell kembali menaruh kepalanya di atas sofa. Kedua tangannya sudah berpindah ke bagian rahang yang sangat kokoh dan menawan itu.     

"Kamu sayang sama aku kan, Leo?" tanyanya dengan nada yang sangat lembut, bahkan volumenya pun kecil mengeluarkan suara penuh ketulusan. Walaupun jika dipikir dengan akal sehat, ia memang lebih mementingkan harta yang diberikan Leo pada dirinya, namun tak ayal rasa sayang itu mulai hadir karena keterbiasaan.     

Leo menatap kedua manik mata tersebut dengan damai, lalu mengelus kening Azrell. "Kamu tahu jawabannya, iya kan?" jawabnya.     

Menyesakkan? tentu saja! Azrell tidak pernah ingin munafik dengan seluruh perasaan yang ia berikan untuk Leo. Namun karena ucapan kekasihnya yang seperti itu, tentu saja tidak membuat semangatnya luntur begitu saja.     

"Kalau begitu, kita belajar untuk saling mencintai, bagaimana? Bukan ide yang buruk, iya kan?"     

Leo hanya menampilkan sebuah senyuman miring, lalu segera beranjak dari atas sofa dan membiarkan kedua tangan wanitanya menggantung di udara.     

"Kamu bersih-bersih tubuh sana, sepertinya udara tadi mampu membuat kamu mengeluh panas sampai mengeluarkan peluh di pelipis mu." ucapnya sambil membuka rompi yang melekat di tubuhnya lalu melemparkannya ke atas sofa. Ia juga melonggarkan ikat pinggangnya, lalu melangkahkan kakinya untuk berjalan ke arah kasur king size milik Azrell.     

Mereka memang sudah biasa satu ruangan, namun tidak pernah melakukan hal apapun yang lebih dari ciuman.     

"Kamu belum menjawab ucapan ku Leo, selalu saja seperti itu, huh!"     

"Apa lagi yang ingin di bahas? Nanti panjang lagi urusannya, kamu merajuk dan aku bingung harus melakukan apa. Lebih baik seperti ini, yang terpenting aku masih ada di samping kamu."     

Azrell yang mendengar itu pun menghembuskan napasnya, memang seperti ini kalau buaya di kasih nyawa pasti sulit sekali untuk memberikan hati yang tulus. Memang Leo itu menyebalkan.     

Walaupun memang terdengar menyakitkan, tapi ucapan laki-laki tersebut sama sekali tidak membuat dirinya kepikiran begitu panjang.     

"Yasudah, aku ingin berendam di bathtub dulu ya."     

"Hm, iya sayang. Aku ingin tertidur,"     

Kalau gak kerja, ya tidur. Itu adalah hukum yang selalu berlaku bagi Leo. Dan Azrell juga sudah menebak saat laki-laki tersebut meminta izin untuk pulang, pasti mau berpacaran dengan tumpukan dokumen dan akan menghiraukan pesan dan panggilan dari dirinya.     

"Aku sayang kamu,"     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.